Rabu, 22 Agustus 2007

Matematika Bukan "Mati-matian"

Ngomong matematika mungkin bagi ibarat membicarakan sebuah “monster” atau "momok" yang menakutkan, lho… kok bisa?????….

Coba kita lihat pada sebagian besar peserta didik kita ( artinya bukan pada semua peserta didik kita)???….

Matematika ibarat “Momok” dan bahkan boleh di bilang mata pelajaran yang amat berat dan sulit sekali, bahkan ada plesetan “MATEMATIKA ADALAH MATI-MATIAN”; terus apa hubungannya?…

Yang jelas ada sebagian peserta didik menganggap belajar matematika harus dengan berjuang mati-matian dengan kata lain harus belajar ekstra ulet, rajin, keras, pantang menyerah. Hal ini menjadikan matematika laksana “Moster” yang mesti di takuti dan malas untuk mempelajari. Apalagi dengan dijadikannya matematika sebagai salah satu diantara mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional yang merupakan syarat bagi kelulusan peserta didik SMP maupun SMA, ketakutan peserta didik pun semakin bertambah.

Akibat begitu besarnya persepsi negatif terhadap matematika, perlu kiranya kita sebagai guru yang mengajar matematika melakukan upaya yang dapat membuat proses belajar mengajar bermakna dan menyenangkan. Berikut ini adalah beberapa pemikiran untuk mengurangi ketakutan atau persepsi negatif terhadap matematika.

1. Kemaslah pembelajaran matematika yang berorientasi dunia sekeliling (Realistic Matematic Education).

RME yaitu dengan mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar, pengalaman real yang pernah dialami peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan matematika sebagai aktivitas peserta didik. Dengan pendekatan RME peserta didik tidak hanya dibawa ke dunia nyata (real world), tetapi berhubungan dengan masalah situasi nyata yang ada dalam pikiran peserta didik. Jadi peserta didik diajak berpikir bagaimana menyelesaikan masalah yang mungkin atau sering dialaminya dalam keseharian.

2. Berikan kebebasan bergerak peserta didik dengan out door mathematics.

Kalau pembelaran selama ini selalu dilaksnakan di ruang kelas, dimana peserta didik kurang bebas bergerak, cobalah variasi strategi pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan dan lingkungan sekitar sekolah secara langsung, sekaligus menggunakannya sebagai sumber belajar. Banyak hal yang bisa kita jadikan sumber belajar matematika, yang penting pilihlah topik yang sesuai, misalnya mengukur tinggi pohon, diameter pohon, mengukur tinggi layang-layang dan lain sebagainya.

3. Tuntaskanlah dalam mengajar.
Ada
keyakinan sebagian filosof dan pakar pendidikan bahwa “ peserta didik lebih baik mempelajari sedikit materi sampai matang (tuntas) daripada belajar banyak namun dangkal. Meski dengan seabrek tuntutan pencapaian target kurikulum sampai daya serap namun dengan alokasi waktu yang terbatas. Jadi guru harus memberanikan diri menuntaskan peserta didik dalam belajar sebelum ke materi selanjutnya karena hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi miskonsepsi yang akan membelenggu peserta didik dalam belajar matematika.

4. Belajar sambil bermain.

Kebanyakan peserta didik, belajar matematika merupakan beban berat dan membosankan, sehingga peserta didik kurang greget dan termotivasi, cepat bosan, dan lelah. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal diatas dengan melakukan inovasi pembelajaran. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain; memberikan kuis atau teka-teki yang harus ditebak baik secara berkelompok ataupun individu, membuat puisi matematika dan mendeklamasikannya di depan kelas secara bergantian, memberikan permainan kelas suatu bilangan dan sebagainya tergantung kreativitas guru.

5. Sinergisitas hubungan guru, siswa dan orangtua.

Tuntutan orang tua agar anak mereka mendapat nilai yang memuaskan jika tidak diimbangi dengan pengertian dan bimbingan akan menjadi beban tersendiri. Diakui atau tidak, banyak orang tua sekarang kurang memperhatikan perkembangan dan kesulitan belajar anak disekolah. Orang tua tidak mau tahu perkembangan belajar anak-anaknya, yang penting nilainya bagus. Keinginan orang tua seperti itu sebenarnya di sadari atau tidak telah memperberat peserta didik dalam belajar. Oleh karena itu sinergisitas hubungan guru-peserta didik di sekolah, orangtua-anak dan anak dirumah, dan orang tua-guru diberbagai kesempatan dinas maupun pribadi perlu ditingkatkan. Orang tua memantau kesulitan belajar anaknya dengan cara berkonsultasi secara rutin baik secara kedinasan maupun pribadi. Sebaliknya guru menginformasikan perkembangan peserta didik yang sebenarnya kepada orang-tua.

Jadi perlu disadari oleh semua pihak, agar peserta didik berkembang secara optimal dalam belajar matematika perlu upaya untuk mengeleminasi persepsi negatif dan perasaan takut terhadap matematika, sehingga matematika tetap MATEMATIKA, bukan “MATI-MATIAN”

Tags: Education

Tidak ada komentar: