Selasa, 21 Agustus 2007

Gangguan Belajar

Pendahuluan

Dalam menyongsong era globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita

dapat sukses melalui era ini. Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya manusianya sendiri, yang

dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat pendidikannya.

Dibutuhkan bermacam faktor penunjang agar dapat tercapai tingkat pendidikan optimal yang diharapkan. Selain sarana

dan prasarana seperti tempat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, lingkungan masyarakat, dan keluarga yang

menunjang tercapainya tingkat pendidikan yang baik, ada satu faktor penting lain yang berasal dari dalam sumber daya

manusianya sendiri, yaitu faktor kecerdasan.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu faktor internal (dari dalam diri anak itu

sendiri) dan faktor eksternal (faktor luar).

Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang terjadi sejak ia masih berada di

dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan.

Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu

faktor emosi dan perilaku dari anak tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak

dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam tumbuh kembangnya,

seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya

dan sebagainya.

Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar

pada turnbuh kembang anak bila faktor ini mengalami masalah.

Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat

mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya.

Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuannya.

Perkembangan Otak (1,2)

Perkembangan otak manusia terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal, masa pasca-natal, masa dewasa dan

usia lanjut. Pada rnasa awal periode perkembangan (pada usia 2-4 bulan, saat bayi mulai menyadari akan lingkungan

sekitamya dengan puncak pada usia 8 bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat. Bahkan pada anak

usia 2 tahun, jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak dua kali orang dewasa dan hal ini menetap sampai usia 10-

11 tahun.

Karena itulah otak yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri

(plastisitas otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan kompensasi. Masa ini kita sering sebut dengan istilah Golden

age/usia emas.

Pada menjelang masa remaja (sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang, namun kekuatannya makin meningkat,

sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya kini slap dipraktekkan.

Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang anak

merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah

tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya.

Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel saraf

mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.

Berbagai penyebab yang dapat mempengaruhi perkembangan otak:

Pada masa prenatal:

Kelainan kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi 21.

Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis, syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain.

Obat-obatan yang bersifat teratogenik yang diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin, progesteronestrogen,

lithium.

Stres maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid, akan masuk ke dalam janin melalui

plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem kardiavaskuler janin.

Pada wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang hiperaktif dan iritabel, mempunyai

gangguan tidur dan berat badan lahir rendah serta pola makan yang buruk.

Kondisi ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan, ketergantungan zat dan obat.

Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan,

panjang badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan sebagainya), mikrosefali,

riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, kesulitan belajar, kejang, defisit

intelektual.

Merokok saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi

Kondisi seperti di atas dapat menimbulkan berbagai kelainan otak antara lain:

- Anensefali (tulang kepala tidak terbentuk, terjadi sebelum umur janin 24 hari)

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

- Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran baku)

- Megalensefali (merupakan pembesaran jaringan otak).

Pada masa pascanatal:

· Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen di otak, yang berdampak pada

kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku.

· Infeksi yang menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi virus ini menyebabkan

radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental

maupun kemunduran taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang selaput otak

atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak,

gangguan kesadaran, maupun gangguan perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah

sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya. Sering mereka mengalami reaksi stres

atau gangguan penyesuaian, akibat terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.

· Penyaakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat menyebabkan kelainan neurologik dan

gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi

dari sel saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak menderita kejang, semakin

banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial,

perasaan malu dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak ditemukan retardasi mental.

· Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita

gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat

bereaksi terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi membutuhkan lebih banyak waktu

untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun

kronik, anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otak,

ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar kepala.

· Anemia kekurangan zat besi yang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan perkembangan baik fisik

maupun mental.

Berbagai kondisi yan dapat menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan emosi/perilaku pada anak:

1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya

a) Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah rata-rata atau yang disebut retardasi mental,

yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:

i) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna

ii) Perilaku adaptif terganggu

iii) Timbul sebelum usia 18 tahun

Anak-anak ini lambat dalam perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk belajar juga terbatas

dibandingkan dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di kelas/sekolah yang tidak sesuai dengan

taraf kemampuannya yang terbatas itu. Orang tua yang belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini,

cenderung masih enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan kesalahan pada orang lain atau

bahkan semakin menuntut anak itu dengan memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup

hanya untuk belajar, walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek, dibandingkan dengan anak lain.

Akibatnya la semakin malas untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan marah timbul dalam dirinya, balk

terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang

mengganggu. Hal ini semakin membuat lingkungan tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan

perkembangan anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki juga menjadi terhambat perkembangannya.

b). Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami kesulitan belajar dalam situasi pendidikan

bagi anak rata-rata.

Diperlukan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah, sisa waktu ia pakai untuk

mengganggu teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi lebih menarik dibanding pelajarannya.

Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami kesukaran dalam mengikuti pelajaran. Prestasi akademiknya akan menjadi

buruk, dalam kondisi demikian baik guru maupun orang tua akan mempunyai kesan yang negatif terhadap anak ini.

Demikian pula anak, ia akan semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar. Akibat selanjutnya adalah anak jadi

semakin malas belajar, menghindar untuk belajar dan ada kemungkinan tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua

masalah di atas adalah menempatkan anak pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta sikap orang tua

dan guru harus disesuaikan dengan kondisi anak.

2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya kesiapan belajar (learning readiness). Kemampuan untuk belajar

menulis, membaca dan berhitung berkembang bersama dengan proses pematangan kepribadian dan kecerdasan

secara keseluruhan. Kesulitan belajar sering terjadi karena anak tidak/belum memiliki taraf kematangan yang diperlukan

untuk siap belajar. Hal ini dapat disebabkan :

a) anak memang belum mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.

b) anak gagal mencapainya karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh lingkungannya.

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Anak yang terlalu kecil, masih belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di sekolah. Ia tidak dapat duduk tenang

terlalu lama dan melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas dan sempurna. Melalui proses perkembangan yang

wajar, anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat sampai pada taraf siap belajar,

ada yang lebih lambat. Batas usia berkisar antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa

diberikan pada anak-anak yang belum siap, rnereka akan mengalami hal yang kurang menyenangkan berkenaan

dengan belajar. Lebih lagi apabila suasana belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak bila kesiapan

belajarnya itu muncul, anak secara emosional sudah terlanjur mempunyai kesan yang kurang menyenangkan terhadap

belajar, anak akan berusaha mengelak dari hal-hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini, jangan

mengajar anak dengan paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar, pelajaran/metode yang

diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/metode, jangan hanya mengejar target prestasi sekolah tapi

pikirkanlah target prestasi yang mampu dicapai si anak.

3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang kurang menyenangkan yang berhubungan dengan proses belajar.

Anak mau belajar karena sayang dan senang, ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan seorang anak.

Cara mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :

a) dengan cara memberi hadiah (rewards), yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk memperoleh sesuatu yang

menyenangkan bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.

b) dengan cara memberi hukuman (punishment) bila la tidak mau belajar, yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk

menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan:

Ternyata cara a) cenderung dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha belajar itu diasosiasikan dengan hal

yang menyenangkan. Sebaliknya cara b) cenderung menimbulkan asosiasi yang negatif terhadap proses belajar, karena

anak akan melihat guru/orang tua sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bila dibiarkan akan dapat

berakibat buruk, karena kesan ini akan menempel terus pada anak. Berbagai masalah emosi dan perilaku dapat muncul

sebagai akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb. Prestasi betajarnya tidak akan pernah baik, sehingga dapat

menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing

oleh guru yang berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya tentang belajar.

Perlu penanganan terpadu bila telah timbul gangguan emosi dan perilaku.

4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang bermakna.

Proses beiajar merupakan proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi daiam konteks hubungan antar manusia.

Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan kepandaian tertentu, timbul karena berbagai motif.

Salah satu adalah kebutuhan untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya.

Mekanisme psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan pribadi guru sebagai figur identifikasi utama di

sekolah. Khususnya guru-guru kelas bermain, taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar, merupakan

figux utama yang mencerminkan `orang luar numah', dan perantara utama yang membantu dan membimbing anak

memasuki `dunia luar rumah'. Hendaknya mereka itu memiliki sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang

bijak, dan bukan sebagai oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus diwarnai oleh

rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan mengerjakan apa yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi

seperti guru.

Pentingnya peranan teman-teman dalam proses identifikasi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan.

Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya. Motif untuk bersaing antar ternan, dapat

meningkatkan atau menghambat gairah belajar.

Hubungan yang kurang menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat menimbulkan permasalahan dalam

proses belajar. Situasi keluarga yang kurang harrnonis, yang tidak menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga

orang tua yang terlalu ambisius dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat gairah belajar anak

menurun, anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi arena `pertempuran' antara anak dan orang tua. Rasa kecewa

dan marah terhadap orang tuanya, diekspresikan anak melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar secara sadar atau

tidak, digunakannya untuk mengecewakan orang tua.

Intervensi utama pada kasus seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang tua-anak, melalui terapi individual untuk

anak dan terapi keluarga untuk semua anggota keluarga yang terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang

intensif.

5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat menghambat proses belajar dapat berupa gangguan cemas masa kanak atau

remaja, gangguan depresi pada anak dan remaja. Untuk dapat belajar dengan balk, individu harus mampu memusatkan

perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada hal-hal yang akan dipelajarinya itu. Konflik mental yang biasanya

dirasakan dalam bentuk berbagai perasaan cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. menyebabkan anak tidak mampu

berkonsentrasi, daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena sebagian besar energi mentalnya itu ditarik untuk

menyelesaikan konfliknya tersebut. Diperlukan intervensi secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama dengan

melakukan pendekatan individual.

6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya.

Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat

meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh.

Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai' dsb. Mereka

cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):

1. Otoriter: orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat menimbulkan depresi pada anak.

2. Permisif orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat dalam mendidik anak, hal ini

dapat mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.

3. Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua mengabailr:xn dan kurang memperhatikan pengasuhan anaknya, kondisi ini

biasanya rn_emicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.

4. Timbal-balik: orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama, kondisi

seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak.

Bentuk terapi keluarga sangat dibutuhkan di sini, sehingga interaksi antar anggota keluarga akan berjalan sesuai

fungsinya kembali, disamping terapi individual untuk anak.

Secara umum telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa pola pengasuhan yang paling efektif adalah yang:

- Konsisten

- Memberikan penghargaan (reward) untuk perilaku yang baik

- Memberikan hukuman (punishment) untuk perilaku yang tidak diinginkan, dan diberikan dalam suatu lingkungan yang

hangat dan penuh cinta kasih.

7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (5°6)

Yaitu gangguan dengan gambaran utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktif serta impulsif

yang tidak sesuai dengan taraf perkembangannya. Ia sangat mudah tertarik pada banyak hal disekitarnya, sehingga ia

tidak dapat lama berkonsentrasi dan proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini dapat di dasari oleh

kecemasan, yang pada anak-anak diekspresikan melalui tingkah laku yang meningkat, terus gelisah, dan tidak dapat

diam. Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu situasi kehidupan tertentu. Sedangkan pada kondisi yang didasari

oleh kelainan fisiologis otak, hiperaktivitas dan gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan dengan situasi tertentu,

jadi dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Penanganan segera diperlukan agar anak dan lingkungannya tidak

terkondisi dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan farmakoterapi dan terapi perilaku yang intensif.

8) Autisme masa kanak-kanak, yaitu gangguan perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya gangguan

komunikasi verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit mengadakan kontak mata, aktivitas motorik sering

meningkat tidak terkendali, gerakan yang diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan sering

muncul bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi ketika anak-anak ini telah belajar di sekolah.

Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan anak tersebut, karena tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang

lebih dominan.

Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu.

9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan oleh ketergantungan zat/obat. Permasalahan yang muncul sangat

kompleks pada anak dengan masalah ini, sehingga sangat diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua-anak

dengan para terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam permasalahan ini patut mendapat perhatian khusus,

sehingga tidak sampai mengganggu prestasi akademiknya.

Pemeriksaan yang Diperlukan(2)

Sebagairnana sudah kita bicarakan di atas, semua permasalahan yang muncul dalam bentuk kesulitan belajar dan

dampaknya pada prestasi belajar anak, tidaklah berdiri sendiri melainkan hanya salah satu dari beberapa gejala suatu

sindroma sebenarnya latar belakang dari kesulitan tersebut.

Untuk itu diperlukan beberapa pemeriksaan lebih lanjut, meliputi:

. Pemeriksaan fisik/neurologis untuk memeriksa apakah ada kemungkinan kelainan organik yang mendasari kesulitan

belajar itu.

. Pemeriksaan psikiatris dan berbagai aspek psikososial lainnya untuk melihat adanya kemungkinan konflik kejiwaan,

persoalan-persoalan dalam hubungan keluarga dan hubungan dengan orang lain disekelilingnya, cara mendidik dsb.

yang berperan dalam kesulitan itu.

. Pemeriksaan psikometris untuk mengetahui taraf kecerdasan serta potensi yang dimiliki anak.

Hal itu diperlukan untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas dan pengertian yang mendalam mengenai keadaan

anak tersebut, sehingga dapat direncanakan suatu penatalaksanaan yang komprehensif dan terpadu, baik untuk

anaknya sendiri maupun untuk keluarga.

DEFINISI GANGGUAN BELAJAR lLearning Disorders= LD (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders [DSMIVJ):

(2°4)

· Diagnosis gangguan belajar ditegakkan bila hasil yang dicapai di bidang membaca, maternatik, atau menulis di bawah

hasil yang semestinya dapat dicapai sesuai dengan tingkat usia, akademik dan inteligensinya.

· Problem belajar sangat erat kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan aktivitas sehari-hari.

Di AS: 5% murid di sekolah umum mengalami LD. Hampir 40% nya mengalarni putus sekolah (1,5 X populasi umurn).

Orang dewasa dengan LD biasanya mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan adaptasi sosialnya. Orang dengan LD

mempunyai proses kognitif yg abnormal: kelainan di bidang persepsi visual, bicara, atensi, dan daya ingat.

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Jenis jenis LD:

- Gangguan membaca (Disleksia)

- Gangguan matematik (Diskalkulia)

- Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)

- Gangguan belajar lainnyaltidak spesifik

Gangguan Membaca (Disleksia):

Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak.

Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak teliti bila membaca, pemahaman yang buruk.

· 4% dari anak usia sekolah di AS

· anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuan

Gangguan. emosi & perilaku yang sering menyertai: - ADHD, Conduct disorder, & depresi (remaja)

Gangguan Matematik (diskalkulia)

Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak

Ciri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :

o linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol matematika),

o perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)

o matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)

o atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)

o Prevalensi ± 5% anak usia sekolah

o Anak perempuan > anak laki-laki

o Biasanya disertai gangguan belajar yang lain

o Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)

Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)

Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak

Banyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan tulisan yang buruk (cakar ayam)

Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5D

Rasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya gangguan depresi

yang kronis

Bagaimana Penatalaksanaan yang Komprehensif dan Terpadu Itu ? (2-3,4)

Anak merupakan bagian dari keluarga, ia hidup dalam keluarga. Ia tidak berdiri sendiri, ia mempunyai keterkaitan yang

erat dengan semua anggota keluarga, berikut semua permasalahan yang ada. Oleh karenanya setiap permasalahan

pada anak merupakan suatu tanda adanya bentuk 'permasalahan' lain dalam keluarga itu, yang mungkin belum muncul

ke permukaan, sehingga sering orang tua tidak menyadari hal ini. Oleh karenanya untuk menanggulangi masalah ini

diperlukan suatu pendekatan tim, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak, dokter rehabilitasi medik),

tenaga psikolog dan tenaga pendidik/remedial, ahli terapi wicara, okupasi, fisioterapis, petugas sosial.

Tergantung dari permasalahan yang muncul, maka suatu kombinasi dari cara-cara pengobatan di bawah ini perlu

dipertimbangkan:

· Farmakoterapi: disesuaikan dengan kondisi gangguan yang ada

o Stimulan: methylphenidate

o Neuroleptika: misalnya Haloperidol, Risperidone.

o Anti depresan: golongan Trisiklik anti depresan, SSRI (mis.Fluvoxamine, Fluoxetine, Sertraline), RIMA (Moclobomide).

o Anti anxietas: misalnya buspirone, hydroxyzine dihydrochloride.

· Psikoterapi : termasuk terapi individual, terapi keluarga, terapi kelompok.

· Terapi lainnya : termasuk terapi edukasi khusus, wicara, perilaku, okupasi & fisioterapi.

Kesimpulan

Gangguan belajar pada anak merupakan suatu gangguan yang sangat kompleks baik penyebab maupun

penanganannya. Untuk ini diperlukan satu tim terpadu, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak,

dokter rehabilitasi medik), psikolog, terapis wicara, terapis okupasi, fisioterapis dan tenaga pendidik/remedial yang dapat

mengatasi permasalahan gangguan belajar ini secara komprehensif dan terpadu.

Daftar Pustaka

1. Gordon MF: Normal Child Development. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh edition, Sadock BJ,

Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000

2. Kaplan HI, Sadock BJ: The Brain and Behavior. In Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,

eight edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 1998

3. Sameroff AJ, Lewis M, Miller SM: Handbook of Developmental Psychopathology, second edition. Kluwer

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Academic/Plenum Publishers, New York, 2000.

4. Spagna ME, Cantwell DP, Baker L: Learning Disorders. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh

edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.

5. McCracken JT: Attention-Deficit Disorders. In Comprehensive Texbaok of Psychiatry Vol. II, seventh edition, Sadock

BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.

6. Pliszka SR, Carlson CL, Swanson JM: ADHD with Comorbid Disorders, Clinical Assessment and Management. The

Guilford Press, New York, 1999.

7. Volkmar FR, Min A: Pervasive Developmental Disorders. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh

edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2

Tidak ada komentar: